Balai Penyelamatan Benda Purbakala Mpu Purwa Malang saat ini
mengonservasi arca Ganesha yang diperoleh dari rumah warga di Kota
Malang. Arca tersebut diyakini sebagai satu-satunya arca Ganesha di
Indonesia yang mengendarai musaka (tikus).
Arca Ganesha yang diambil dari rumah warga di Jalan Sambas nomor 10
Malang itu menurut arkeolog bidang klasik yang turut membantu Balai
Penyelamatan Benda Purbakala Mpu Purwa Malang, Suwardono, Selasa (31/3),
merupakan peninggalan Kerajaan Kadiri (abad ke-12). Arca tersebut
berukuran 40 X 22 sentimeter (cm), dan terbuat dari batu andhesit.
Arca Ganesha tersebut memiliki keistimewaan antara lain raut mukanya
tegas atau kaku, ada tali badhong di antara badan dan lengannya, ada
gambar tikus di pedestal (dudukan arca). Biasanya arca-arca Ganesha di
Indonesia semua pedestal-nya bergambar bunga teratai.
Arca ini sangat mencerminkan peninggalan Kerajaan Kadiri karena
memakai samboghakaya (perhiasan) sangat mewah. “Arca Ganesha yan g
menunggangi tikus ini memiliki filosofi tersendiri,” ujar Suwardono.
Tikus atau musaka, menurut Suwardono, artinya mencuri. Atau bisa
dibilang suatu ego/keakuan yang bisa menghancurkan diri. “Tikus
ditunggangi Ganesha ini menggambarkan bahwa ego atau keakuan itu
dikendalikan oleh dewa akal pikiran yaitu Ganesha. Ini menjadi falsafah
hidup tersendiri bagi manusia,” ujarnya.
Menilik hal tersebut, Suwardono memperkirakan arca Ganesha yang
ditemukan akhir 2008 lalu itu berfungsi menjaga tempat-tempat rawann
seperti pertemuan dua sungai, jurang atau lemmbah, dan sebagainya.
“Sementara ini kami menyebut arca Ganesha mengendarai tikus ini
satu-satunya di Indonesia setelah mengecek ke tiga lembaga yaitu Balai
Arkeologi Yogyakarta, Puslitbang Arkeologi Nasional Jakarta, serta Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan,” ujar Suwardono.
Dengan datangnya arca Ganesha tersebut, maka koleksi arca Ganesha di
Balai Penyelamatan Benda Purbakala Mpu Purwa Malang menjadi 14 arca.
Total seluruh koleksi balai tersebut adalah 121 benda terdiri dari arca,
fragmen bangunan, dan prasasti.
Meski sejumlah arca dan peninggalan bersejarah telah berulang kali
ditemukan, saat ini menurut Suwardono dan Sumantri masih ada belasan
benda-benda peninggalan bersejarah yang tercecer di luar balai. Misalnya
arca Stambha Singa di Dukuh Sempol Merjosari, Situs Karangbesuki, situs
Mbah Tugu di Celaket, dan sebagainya.
Arca dan situs-situs itu tidak semuanya mendapat perawatan memadai.
Jika kelompok prasasti/naskah kuno di Gereja Kayu Tangan dan arca Buddha
di Universitas Gajayana bisa dirawat dengan baik, beda dengan arca
Stambha Singa, misalnya, teronggok di tengah tegalan Desa Merjosari
dengan perawatan seadanya.